Fatwa – Fatwa Seputar Shalat Berjamaah

Fatwa – Fatwa Seputar Shalat Berjamaah



Masbuk Menyempurnakan Shalat, Ada yang Bermakmum
Ketika memasuki masjid, qadarullah (sebagaimana yang ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wata’ala), saya mendapati imam telah shalat. Saya pun shalat bersama jamaah. Setelah imam salam, saya berdiri untuk menyempurnakan apa yang terluput. Tiba-tiba, seseorang masuk dan menjadikan saya sebagai imam. Bolehkah orang tersebut menjadikan saya sebagai imam?
Jawab:
Apabila seorang makmum mendapatkan sebagian shalat bersama imam lantas ia berdiri menyempurnakannya setelah imam salam, siapa pun yang ingin shalat bersamanya boleh menjadikannya sebagai imam menurut pendapat yang benar di antara beberapa pendapat ahli fikih. Sebagian mereka—ulama mazhab Hanafi dan Maliki—berpendapat, orang yang sedang menyempurnakan shalat setelah imam salam tidak boleh dijadikan sebagai imam. Perkara ini bersifat ijtihadiah karena tidak ada dalil yang tegas dalam hal ini.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Mani’. (Fatawa al-Lajnah, 7/399—400)
Shalat Fardhu Bermakmum Kepada yang Shalat Sunnah
Apabila saya sedang shalat tahiyatul masjid atau shalat sunnah, lalu seseorang masuk dan menyangka saya sedang shalat fardhu lantas langsung bermakmum kepada saya, bagaimana hukumnya? Apa yang harus saya lakukan?
Jawab:
Menurut pendapat yang paling benar di antara dua pendapat ulama, seorang yang shalat fardhu boleh bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah atau bermakmum kepada orang yang shalat sendirian. Seseorang tidak boleh menolak orang yang hendak bermakmum kepadanya. Telah sahih dari Ibnu Abbas  radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau sedang shalat malam sendirian, lantas ia berdiri ikut shalat di samping kiri beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu memindahnya ke sebelah kanan beliau dan shalat bersamanya.
Telah sahih pula bahwa dahulu Mu’adz radhiyallahu ‘anhu shalat isya berjamaah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian pulang dan mengimami kaumnya shalat isya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkarinya.Demikian pula, beliau  Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengimami shalat khauf dua rakaat bersama sekelompok sahabat kemudian salam. Setelah itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dua rakaat mengimami kelompok yang lain kemudian salam. (HR. Abu Dawud)
Pada shalat yang kedua, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat sunnah.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/405—406)
Musafir Bermakmum Kepada Orang yang Mukim
Saya menanyakan tentang shalat seorang musafir yang bermakmum kepada orang yang mukim/bukan musafir, apakah dia shalat secara sempurna (tidak qashar) bersama imam atau tidak?
Jawab:
Sah hukumnya shalat seorang musafir yang bermakmum kepada imam yang mukim. Dia harus shalat secara sempurna (tidak mengqashar) dan tidak boleh salam kecuali setelah imam salam. Sebab, terdapat dalil yang sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan hal tersebut.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/422—423)
Mendapatkan Rukuk Bersama Imam
Kami melihat banyak orang memasuki masjid ketika imam sedang rukuk. Bersamaan dengan ia melakukan takbiratul ihram, imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Orang ini tidak mungkin membaca tasbih dalam rukuknya. Apakah dia teranggap mendapatkan satu rakaat meskipun tidak sempat membaca tasbih, atau dia harus menambah satu rakaat lagi setelah imam salam?
Jawab:
Siapa yang melakukan takbiratul ihram ketika imam bangkit dari rukuk, rakaat tersebut tidak teranggap. Demikian pula orang yang takbiratul ihram lalu bertakbir untuk rukuk kemudian turun ke rukuk dalam keadaan imam bangkit dari rukuk, rakaatnya tidak teranggap. Sebab, dia tidak dapat menyertai imam saat rukuk dengan kadar yang cukup agar rakaat itu teranggap. Dia harus menambah satu rakaat sebagai penggantinya setelah imam salam.
Siapa yang melakukan takbiratul ihram dan mendapatkan imam sedang rukuk, lantas ia pun rukuk dengan kadar yang cukup untuk melakukannya secara thuma’ninah, dia teranggap mendapatkan rakaat tersebut, menurut jumhur (mayoritas) ulama. Hal ini berdasarkan hadits,
إِذّا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلاَ تَعُدُّوهَا شَيْئًا، وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Jika kalian mendatangi shalat dan kami sedang sujud, sujudlah, namun hal itu janganlah dihitung. Barang siapa mendapati rakaat tersebut berarti ia mendapatkan shalat.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan al-Hakim dalam No.87/VIII/1433 H/2012 36 al-Mustadrak)
Demikian pula hadits,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَة فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Barang siapa mendapati satu rakaat, berarti ia telah mendapatkan shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al-Lajnah, 7/316—317)
Terlambat Shalat Berjamaah
Bagaimana hukumnya seorang masbuk yang tertinggal dari shalat maghrib?
Jawab:
Masbuk yang tidak mendapati shalat jamaah sama sekali hendaknya mencari shalat jamaah yang lain apabila mampu. Jika tidak mendapatkan, dia shalat sendirian.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/327)
Sedang Shalat Sunnah, Iqamat Dikumandangkan
Apabila iqamat dikumandangkan dan seseorang sedang melakukan shalat sunnah dua rakaat atau tahiyatul masjid, apakah dia menghentikan shalatnya agar bisa shalat wajib berjamaah? Apabila jawabannya ya, apakah dia harus salam dua kali ketika menghentikan shalatnya atau dia hentikan tanpa salam?
Jawab:
Yang benar di antara dua pendapat ulama, hendaknya dia menghentikan shalat tersebut dan tidak perlu salam untuk keluar dari shalat tersebut. Dia langsung bergabung dengan imam.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/315)
Tidak Shalat Berjamaah Karena Ada Kemungkaran
Bagaimana hukumnya dalam agama, seseorang melihat shalat jamaah di masjid tetapi tidak ikut shalat karena melihat dan mendengar amalan-amalan yang tidak ada syariatnya dalam agama, seperti azan di dalam masjid, tambahan dalam azan, adanya halaqah zikir di dalam masjid padahal orang-orang sedang rukuk dan sujud. Apakah perbuatan saya tidak ikut shalat berjamaah ini menyebabkan saya berdosa? Lantas bagaimana yang benar?
Jawab:
Anda tidak boleh meninggalkan shalat berjamaah di masjid karena hal-hal yang Anda sebutkan. Azan di dalam masjid diperbolehkan; tambahan dalam azan tidak Anda jelaskan; mengadakan halaqah di masjid secara umum diperbolehkan apabila halaqah itu mempelajari ilmu syariat. Adapun halaqah zikir model sufi dan halaqah bid’ah yang semisalnya, wajib diingkari, namun tidak menghalangi Anda untuk menunaikan shalat berjamaah.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/306)
Shalat di Jalan Sebelah Masjid Ketika Masjid Penuh
Bagaimanakah batasan masjid menurut syariat? Apakah jalan yang bersebelahan dengan masjid termasuk masjid sehingga boleh shalat Jumat padanya ketika masjid penuh karena banyaknya jamaah, padahal masih ada masjid lain yang tidak dipenuhi oleh jamaah?
Jawab:
Batasan masjid yang menjadi tempat shalat wajib lima waktu bagi kaum muslimin adalah apa yang dilingkupi oleh bangunan, kayu, pelepah kurma, bambu, atau lainnya. Inilah masjid yang berlaku atasnya hukum-hukum masjid, semisal tidak bolehnya wanita haid, nifas, dan junub menetap di dalamnya. Orang yang datang ke masjid yang sudah penuh, boleh melakukan shalat Jumat atau shalat lainnya—baik yang wajib maupun sunnah—di luar masjid, di jalan yang terdekat dengan masjid, dan selama dia bisa mengikuti gerakan imam. Sebab, hal ini memang dibutuhkan; dengan syarat tidak di depan imam. Hanya saja tidak berlaku hukum-hukum masjid di tempat itu. Wallahu a’lam.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Mani’. (Fatawa al-Lajnah, 6/223)
Mendahului Gerakan Imam
Apa hukumnya seseorang mendahului gerakan imam? Sahkah shalatnya?
Jawab:
Haram hukumnya makmum mendahului imam, bahkan hal ini termasuk dosa besar karena adanya ancaman bagi pelakunya. Adalah sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ أَنْ يَجْعَلَ اللهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
“Tidakkah salah seorang dari kalian takut apabila mengangkat kepalanya mendahului imam bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah wujudnya menjadi wujud keledai?” (HR. al-Bukhari)
Adapun tentang sah tidaknya shalatnya, ada perbedaan pendapat. Yang lebih kuat dalam hal ini ialah apabila seseorang mendahului imam dengan sengaja, shalatnya batal. Apabila mendahului imam secara tidak sengaja, ia kembali ke posisi sebelumnya lantas mengikuti imam.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/328—329)
Imam Sujud Sahwi, Makmum Mengikuti?
Imam melakukan kesalahan yang menyebabkannya melakukan sujud sahwi, sedangkan saya yakin shalat saya (sebagai makmum) sempurna. Imam melakukan sujud sahwi sebelum salam. Saya tidak ikut melakukan sujud sahwi kecuali setelah imam salam. Bagaimana hukum masalah ini?
Jawab:
Imam adalah teladan yang diikuti oleh para makmum. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan mengikuti imam,
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا
“Imam diadakan tidak lain untuk diikuti. Apabila dia bertakbir, bertakbirlah kalian. Apabila dia rukuk, rukuklah kalian.”
Tindakan Anda yang sengaja tidak mengikuti imam dalam hal sujud sahwi, tidak diperbolehkan. Anda harus mengulangi shalat Anda tersebut.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al- Lajnah, 7/329)
Qiraah Imam Tidak Bagus
Saya shalat di rumah bersama keluarga saya. Sebab, imam di masjid melakukan lahn (kesalahan dalam qiraah) al-Qur’an hingga jelas-jelas mengubah maknanya. Hafalan saya lebih banyak dan lebih sesuai dengan kaidah-kaidah qiraah. Selain itu, pada diri saya tidak ada kemaksiatan sebagaimana yang ada pada imam tersebut—dan Allah Subhanahu wata’ala sajalah yang menyucikan hamba-Nya yang Dia kehendaki. Dia dan jamaahnya bersikeras atas keimamannya karena mereka fanatik kepadanya dan tidak menyukai saya. Sebab, mereka berbeda kabilah dengan saya.
Di samping itu juga karena pengingkaran saya terhadap kesalahan mereka. Saya sendiri sebenarnya seorang yang ditugaskan menjadi imam sebuah masjid jami’ di desa lain, hanya saja saya tidak bisa hadir setiap waktu shalat bersama jamaah saya. Bolehkah saya shalat menjadi makmum di belakang imam tersebut? Bolehkah saya mengajukan keberatan (kepada pemerintah) tentang mereka?
Jawab:
Menunaikan shalat lima waktu secara berjamaah hukumnya wajib kecuali apabila ada uzur yang menghalanginya, seperti sakit dan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya Anda menunaikannya secara berjamaah di masjid yang Anda ditugaskan menjadi imamnya. Hal ini lebih pantas karena dengan demikian berarti Anda menunaikan dua kewajiban:
kewajiban sebagai imam yang menjadi tugas Anda dan kewajiban menunaikan shalat berjamaah. Apabila berat bagi Anda, biarkanlah tugas menjadi imam ini diemban oleh orang lain yang bisa menunaikannya sesuai dengan yang dituntut. Shalatlah di masjid yang dekat dengan rumah Anda sebagai makmum, selama imamnya tidak melakukan lahn yang mengubah makna (ayat). Jika lahn yang dilakukannya mengubah makna, hendaknya dia dinasihati. Jika tidak mau menerima dan tetap bersikeras menjadi imam bersamaan dengan adanya lahn yang mengubah makna, hendaknya dilaporkan kepada pejabat yang bertanggung jawab mengurusi keimaman masjid pada Kementerian Agama agar diperiksa.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al- Lajnah, 7/351—352)
Anak-Anak Menjadi Imam
Seseorang memasuki masjid dan mendapati sejumlah anak-anak. Yang terbesar di antara mereka berusia dua belas tahun. Sahkah keimaman anak yang berusia dua belas tahun tersebut?
Jawab:
Sah hukumnya seorang anak yang sudah berakal menjadi imam shalat berdasarkan sabda Nabi Subhanahu wata’ala,
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ – الْحَدِيثَ
“Yang menjadi imam adalah yang paling banyak bacaannya terhadap Kitabullah ….”
Demikian pula hadits dalam Shahih al-Bukhari dari Umar bin Salamah al- Jarmi radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan, “Ayahku kembali dari sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengatakan bahwa dirinya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا
‘Apabila datang waktu shalat, hendaknya yang menjadi imam adalah yang paling banyak bacaan al-Qur’annya di antara kalian.’
Mereka melihat-lihat dan tidak
mendapatkan seseorang yang lebih banyak bacaan al-Qur’annya daripada diriku. Mereka pun menyuruhku maju padahal usiaku masih enam belas atau tujuh belas tahun.”
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al- Lajnah, 7/393—394)
Apabila Imam Berhadats
Imam berhadats pada rakaat yang kedua dalam shalat ashar. Dia pun keluar dari shalat dan menunjuk orang lain menggantikannya. Apakah orang tersebut menyempurnakan (meneruskan) shalat atau mengulanginya dari awal?
Jawab:
Jika imam berhadats di tengahtengah shalat, disyariatkan baginya untuk menunjuk pengganti yang meneruskan shalat yang tersisa. Dengan demikian, tetap sah shalatnya dan shalat para makmum. Hal ini berdasarkan kisah Umar z ketika beliau menjadi imam dan ditusuk, beliau menunjuk Abdurrahman bin Auf sebagai imam yang menggantikannya. Abdurrahman pun menyempurnakan shalat bersama jamaah.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan. (Fatawa al-Lajnah, 7/399)
Memperlama Bacaan Shalat
Saya shalat di masjid kampung. Ketika saya shalat dan menjadi imam, mereka mengatakan, “Ringankanlah shalatnya.” …Apakah saya harus memperingan shalat atau tidak? Padahal mereka masih muda, tidak ada yang lanjut usia ataupun orang tua yang lemah. Saya shalat hanya membaca kurang dari sepuluh ayat. Bagaimana solusinya? Apa hukum hal ini dalam Islam?
Jawab:
Ketika seseorang mengimami manusia, disunnahkan agar ia memerhatikan keadaan mereka dan mengambil yang paling lemah di antara mereka sebagai ukuran. Inilah patokan yang disebutkan dalam sunnah Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wasallam yang suci. Shalat dengan membaca sepuluh ayat tidak tergolong memperpanjang. Biasanya, pada shalat subuh, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surat-surat mufashshal yang panjang; pada shalat maghrib membaca surat-surat mufashshal yang pendek, meski terkadang membaca yang panjang; pada shalat isya, zuhur, dan ashar, beliau n membaca yang suratsurat mufashshal yang pertengahan. Terkadang beliau memperpanjang shalat zuhur. Surat-surat mufashshal dimulai dari surat Qaf hingga akhir surat an-Nas.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 7/412—413)
Orang yang Paling Pantas di Belakang Imam
Bolehkah imam memilihkan tempat di belakangnya bagi ulama agar ketika dia lupa ada yang mengingatkannya? Apakah hal ini dibolehkan oleh syariat?
Jawab:
Disyariatkan agar makmum yang berada di belakang imam adalah orang yang berilmu, memiliki keutamaan, serta orang yang baligh dan berilmu. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dari Abu Mas’ud al-Anshari  radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لِيَلِيَنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Hendaknya yang di belakangku adalah orang yang baligh dan berilmu, kemudian yang di bawah mereka, kemudian yang di bawah mereka.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)
Makna hadits di atas adalah disyariatkan bagi orang yang baligh dan berilmu untuk bersegera menuju shalat sehingga mereka berada di belakang imam. Jadi, tidak bermakna bahwa
disediakan tempat bagi mereka (di belakang imam) sampai mereka hadir.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 8/16—17)
Posisi Anak-Anak Dalam Shaf
Apakah anak-anak yang belum baligh bisa dianggap menjadi shaf yang sempurna?
Jawab:
Apabila seorang anak lelaki mencapai usia tujuh tahun, dia terhitung dalam shalat berjamaah dan shafnya sempurna.
Wabillahit taufiq washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa al-Lajnah, 8/21)

Sumber : www.asysyariah.com
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam.”
(HR. al-Bukhari no. 6475 dan Muslim no. 48)

Jangan Memberikan Komentar Jika Foto Anda Menggunakan Gambar Makhluk Atau Komentar Anda Mengandung Unsur Smiley !