Oleh: Al-Ustadz Idral Harits
Tidak banyak sumber yang menyebutkan secara rinci kisah tentang istri Nabi Nuh q dan istri Nabi Luth q. Akan tetapi, ada beberapa ayat al-Qur’anul Karim yang menerangkan keadaan istri Nabi Luth. Adapun tentang istri Nabi Nuh, hanya disebutkan dalam surat at-Tahrim.
Kisah tentang mereka berdua mengandung pelajaran bagi umat manusia, khususnya kaum wanita, bahwa kedekatan dengan seorang nabi tidak menjamin seseorang memperoleh hidayah (taufik). Allah l berfirman, ﭽ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﭼ “Allah menjadikan isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah. Dikatakan (kepada keduanya), ‘Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)’.” (at-Tahrim: 10) Dalam ayat ini, Allah menerangkan keadaan dua wanita tersebut sebagai peringatan bagi orang-orang yang kafir. Hal itu agar mereka menyadari bahwa hubungan kekerabatan mereka dengan seorang nabi yang mulia tidak berguna di sisi Allah apabila tidak disertai iman di dalam hati.
Kedua perumpamaan yang dibuat oleh Allah l untuk orang-orang beriman dan orang-orang kafir dalam surat ini adalah untuk menjelaskan bahwa hubungan kekerabatan seorang kafir dengan orang mukmin tidak memberinya manfaat apa pun. Sebaliknya, hubungan seorang mukmin dengan orang kafir tidaklah memudaratkannya sedikit pun selama si mukmin tetap menjalankan kewajibannya. Oleh karena itu, ayat di atas mengandung isyarat sekaligus peringatan bagi para isteri Nabi n agar tidak berbuat maksiat. Bahkan, hubungan mereka dengan Nabi n tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka apabila mereka berbuat jahat. Firman Allah l, ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗﮘ ﮙ (Allah menjadikan isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya…), yakni kedua wanita tersebut; ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ (berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami), yaitu Nabi Nuh dan Nabi Luth e. ﮟ (lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya) dalam urusan agama, bukan dengan perbuatan tidak senonoh (zina dan sejenisnya). Dinukil dari Ibnu ‘Abbas c bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Nabi Nuh q adalah namimah (adu domba). Dia menyebarkan rahasia Nabi Nuh q dan mengatakan bahwa Nabi Nuh q gila. Adapun istri Nabi Luth q, dia menjadi mata-mata bagi kaumnya. Dia mengadu kepada mereka tentang tamu yang mengunjungi Nabi Luth q. Inilah pengkhianatan yang dimaksud dalam ayat ini, bukan pengkhianatan dalam hal nasab dan ranjang (berzina, -ed.). Sebab, sesungguhnya isteri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth tidak berbuat zina. Bahkan, tidak mungkin Allah menjadikan isteri salah seorang nabi-Nya sebagai perempuan jahat (pezina, -ed.). Itulah salah satu kasih sayang Allah kepada manusia pilihan-Nya. Allah l tidak menjadikan mereka berasal dari keturunan orang-orang yang berbuat zina, tidak pula memilihkan untuk mereka istri yang akan menodai ranjang mereka (berzina). Inilah keyakinan salaf dan seluruh kaum muslimin, kecuali orang-orang yang berpenyakit, seperti kaum munafik semisal Rafidhah (Syi’ah). Selain itu, menikahi perempuan kafir tertentu dibolehkan oleh syariat. Akan tetapi, tidak demikian halnya menikahi perempuan pezina. Sebab, laki-laki yang menikahinya tentu akan menjadi dayyuts.[1] Mahasuci Allah dari memilih seorang nabi yang akan membiarkan orang-orang yang di bawah pengawasannya melakukan kedurhakaan kepada Allah l. Firman Allah l, ﮠ ﮡ (maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu). Maksudnya, Nabi Nuh dan Nabi Luth; ﮢ (mereka) yakni kedua isteri mereka; ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ (sedikit pun dari (siksa) Allah. Dikatakan) kepada wanita-wanita tersebut, ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ (‘Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)’.”) Bagaimanapun mulia kedudukan dua nabi tersebut, mereka tidak kuasa menyelamatkan siapa pun dari azab Allah l. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim menyadari bahwa pada hari kiamat nanti, sedekat apa pun hubungan kekerabatan, tidak akan berguna. Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain kecuali dengan iman dan kemuliaan berupa syafaat yang diberikan oleh Allah l kepada orang-orang yang diridhai dan dicintai-Nya serta mendapat izin dari-Nya. Sebagian ulama berpendapat bahwa kisah kedua wanita yang mengkhianati suaminya ini adalah teguran halus untuk kedua istri Rasulullah n, yaitu Bunda Aisyah dan Hafshah c. Kalaupun pendapat ini diterima, itulah salah satu bentuk kasih sayang Allah l kepada kekasih-Nya, Muhammad n, dengan membersihkan pribadi kedua pendamping setia beliau ini. Namun, walaupun ditujukan kepada kedua ibunda kaum muslimin tersebut, ayat-ayat tersebut berlaku umum untuk seluruh kaum wanita. Semua itu sebagai nasihat dan peringatan agar mereka ikut membantu dan mendukung perjuangan dakwah suami mereka dengan sekuat tenaga. Mudah-mudahan sepenggal kisah yang ringkas ini benar-benar menjadi peringatan bagi wanita muslimah, khususnya istri para dai. Wallahul Muwaffiq.
Sumber : Majalah Qonitah, www.qonitah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wasallam bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam.”
(HR. al-Bukhari no. 6475 dan Muslim no. 48)
Jangan Memberikan Komentar Jika Foto Anda Menggunakan Gambar Makhluk Atau Komentar Anda Mengandung Unsur Smiley !